Rabu, 02 Desember 2009

35-40 Persen Penduduk Jakarta Butuh Subsidi Kesehatan

Sekitar 35 persen hingga 40 persen dari sekitar 9 juta penduduk DKI Jakarta, mengalami masalah biaya kesehatan, sehingga membutuhkan subsidi pemerintah. 

Menurut Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta, Chalik Masulili, keluarga miskin (gakin) di Jakarta tercatat sebanyak 542.000 jiwa hingga akhir 2004. Sedangkan warga tidak mampu jumlahnya sekitar 700.000 jiwa pada akhir 2004.

"Tahun ini, kami akan menyelesaikan data warga miskin sesuai hasil survei di lapangan. Kemungkinan jumlahnya bisa lebih banyak lagi karena sekitar 35 sampai 40 persen penduduk DKI memiliki masalah biaya kesehatan," kata Chalik, di Jakarta, Rabu (2/1).

Dia mengatakan, jumlah keluarga miskin di Jakarta yang didata Dinkes DKI melebihi data Badan Pusat Statistik (BPS) yang hanya sebanyak 270.000 jiwa pada akhir 2004 sehingga subsidi kesehatan untuk 266.000 warga miskin dibiayai sendiri oleh Pemda DKI Jakarta.

Chalik mengungkapkan, perbedaan data warga miskin tersebut, disebabkan Dinkes DKI mendata sendiri jumlah warga miskin di Jakarta untuk diberikan Kartu Gakin. Selain itu, Dinkes juga terus mendata jumlah warga yang berobat dengan menggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM), agar subsidi yang diberikan pemerintah tepat guna.

"Ternyata hasil di lapangan, jumlah warga miskin yang kami data lebih banyak dari data BPS. Ini yang sedang kami upayakan supaya datanya bisa difinalisasi tahun ini agar warga miskin bisa segera memperoleh Kartu Gakin," ujar Chalik.

Dia mengungkapkan, untuk 2005, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menyediakan subsidi kesehatan untuk warga miskin Rp 100 miliar. Sedangkan dari kompensasi BBM, subsidi yang diberikan sekitar Rp 14 miliar.

Chalik menambahkan, besarnya subsidi kesehatan yang disediakan Pemprov DKI untuk warga miskin, dimaksudkan agar penanganan kesehatan warga miskin betul-betul sampai kepada yang membutuhkan. "Caranya, kalau belum punya Kartu Gakin, warga bisa menggunakan SKTM yang disertai bukti kepemilikan KTP DKI," katanya.

Tetap Berlaku
Chalik juga mengatakan, meski Menteri Kesehatan (Menkes) telah mengeluarkan keputusan tentang pelayanan kesehatan melalui PT Asuransi Kesehatan (Askes), namun Kartu Gakin dan SKTM tetap berlaku di seluruh rumah sakit di DKI.

"Kami sudah mendapat persetujuan dari Menkes bahwa di DKI pelayanan kesehatan untuk warga miskin menggunakan sistem sendiri, yakni Kartu Gakin dan SKTM. Jadi Kartu Gakin dan SKTM tetap berlaku dan harus dilayani," kata Chalik.

Sementara anggota Komisi E DPRD DKI, Syamsidar Siregar mengatakan, Dinkes DKI harus menyosialisasikan hal itu kepada masyarakat dan RS di Jakarta. Pasalnya, sejumlah warga miskin mengeluhkan masih ditagih bayaran dari RS, walaupun sudah menunjukkan Kartu Gakin atau SKTM.

"Dari hasil kunjungan kami ke beberapa RS Februari lalu, ada pasien yang tetap membayar walaupun punya SKTM. Katanya, pihak rumah sakit menagih bayaran dengan alasan hanya pemegang Kartu Askes yang tidak membayar," ujar Syamsidar.

Terkait dengan itu, lanjutnya, Pemprov DKI harus bekerja sama dengan seluruh jajaran sampai tingkat kelurahan agar warga dapat mengetahui fungsi Kartu Gakin dan SKTM. Hal itu juga harus disosialisasikan kepada RS agar dapat melayani warga miskin dan tidak memungut bayaran.

Ditambahkan, pendataan warga miskin yang nantinya diberi Kartu Gakin juga harus dilakukan dengan teliti sehingga penyaluran subsidi kesehatan betul-betul dinikmati warga miskin.

Tangerang
Pasalnya, dari Hasil survei Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) pada tahun 2003-2004, dari 1.826 responden, masyarakat miskin yang memiliki Kartu Gakin kurang dari 10 persen.

Di tempat terpisah, juru bicara Pemkab Tangerang, Achmad Djabir mengatakan, untuk program kompensasi BBM bidang kesehatan, Dinas Kesehatan menjadi pelaksana program Asuransi Kesehatan (Askes) bagi sekitar 246.000 jiwa warga miskin di kabupaten itu.

Dinas Kesejahteraan Sosial menjadi pelaksana serta pengendali dalam pengucuran pangan murah atau beras untuk orang miskin (raskin) bagi para keluarga miskin.

Kepala Dinkesos, Subarnas, menyebutkan, untuk delapan bulan pertama didistribusikan sebanyak 11.528 ton/ bulan.

Sedangkan program kompensasi kenaikan BBM yang dikendalikan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan adalah pemberian beasiswa bagi para anak didik dari keluarga tak mampu. Hal itu diputuskan dalam rapat gabungan Muspida Kabupaten Tangerang.

Rapat itu juga merumuskan tiga masalah pascapenyesuaian harga BBM yang harus diantisiapasi, yaitu keresahan masyarakat, kelangkaan bahan bakar, terutama minyak tanah dan solar, serta antisipasi masalah kenaikan tarif angkutan umum agar tidak menimbulkan gejolak di antara masyarakat pelaku usaha transportasi maupun pengguna jasa perhubungan.

Menurut Djabir, Dinas Perhubungan dalam waktu dekat bakal mengumpulkan pelaku usaha angkutan berikut organisasi tempat mereka bernaung guna mencari titik temu dalam menyikapi masalah yang mungkin timbul pascakenaikan BBM. (132/J-6)

Sumber:
http://www.suarapembaruan.com/News/2005/03/03/index.html

05Mar2005 dalam :

http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1109905161,95886,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar